Kurangnya pemahaman terkait bahaya dan pencegahan kebakaran di area bangunan industri atau pabrik seringkali membuat sistem pemadam kebakaran tidak berjalan dengan baik.
Jika kebakaran terjadi, selain merusak bangunan gedung, kebakaran dapat menelan korban jiwa, baik karena terkena paparan api secara langsung maupun keracunan akibat terlalu banyak menghirup asap.
Sebagaimana yang disebutkan dalam UU Nomor 28 Tahun 2002, adapun salah satu syarat dalam pengajuan SLF atau sertifikat laik fungsi bangunan gedung yang wajib dipenuhi adalah adanya sistem proteksi kebakaran bangunan gedung yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam pelaksanaannya, sebuah bangunan harus memiliki SNI untuk proteksi kebakaran yang akan berperan penting untuk menjaga bangunan gedung dari risiko kebakaran yang bisa terjadi kapan saja.
Pentingnya sistem proteksi kebakaran bangunan gedung
Aspek persyaratan keselamatan bangunan gedung tidak boleh diabaikan oleh setiap pengembang maupun pemilik bangunan gedung yang memperkerjakan lebih dari 100 orang. Salah satu persyaratan keselamatan yang wajib dipenuhi adalah sistem proteksi kebakaran bangunan gedung.
Apa yang dimaksud sistem proteksi kebakaran bangunan gedung dan apa saja persyaratannya?
Regulasi sistem keselamatan bangunan gedung dari bahaya kebakaran
Sebelum kami membahas lebih jauh mengenai sistem proteksi kebakaran yang harus tersedia di dalam bangunan gedung, kami akan mengulas regulasi terkait sistem keselamatan kebakaran.
Adapun regulasi yang mengatur fungsi proteksi kebakaran kebakaran pada bangunan gedung adalah sebagai berikut:
- Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.
- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2009 tentang Pedoman Teknis Manajemen Proteksi Kebakaran di Perkotaan.
- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung.
- Peraturan Menteri Nomor 27/PRT/M/2018 tentang Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung.
- Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 10/KPTS/2000 Tentang Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.
- Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor KEP.186/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja.
Sistem proteksi kebakaran bangunan gedung
Apa itu sistem proteksi kebakaran aktif dan apa saja sistem proteksi kebakaran pasif?
Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung, disebutkan bahwa terdapat dua sistem proteksi bahaya kebakaran yang wajib tersedia di dalam bangunan gedung, yakni sistem proteksi pasif dan sistem proteksi aktif.
Adapun yang dimaksud sistem proteksi kebakaran pasif adalah sistem perlindungan bangunan gedung terhadap kebakaran melalui sifat termal bahan bangunan, penerapan sistem kompartemenisasi dalam bangunan, dan persyaratan ketahanan api dalam struktur bangunan.
Sementara itu, yang termasuk sistem proteksi kebakaran pasif di atas antara lain ditujukan untuk melindungi bangunan dari keruntuhan serentak, memberi waktu bagi para penghuni untuk menyelamatkan diri, dan melindungi keselamatan petugas pemadam kebakaran saat melakukan proses evakuasi dan meredam kobaran api.
Sedangkan sistem proteksi kebakaran aktif adalah sistem proteksi kebakaran yang terdiri atas sistem pendeteksian kebakaran baik manual ataupun otomatis, sistem pemadam kebakaran berbasis air seperti springkler, pipa tegak dan slang kebakaran.
Sistem proteksi kebakaran aktif juga dapat berupa sistem pemadam kebakaran berbasis bahan kimia seperti APAR (Alat Pemadam Api Ringan), pemadam khusus, peralatan pengendali asap, sistem daya listrik, lift, pencahayaan darurat, dan ruang pengendali operasi.
Standar Nasional Indonesia (SNI) terkait dengan perlindungan kebakaran
Ketika berada dalam proses membangun gedung dan segala aspek teknisnya, pengembang atau penyedia jasa layanan konstruksi harus memperhatikan segala hal yang berkaitan dengan proteksi kebakaran sesuai dengan persyaratan standar nasional Indonesia (SNI).
Dalam SNI nomor 03-1735 tahun 2000, dijelaskan secara rinci tata cara dan perencanaan pencegahan kebakaran pada bangunan gedung.
Adapun poin-poin pentingnya adalah sebagai berikut:
- Pada bangunan bukan hunian, seperti bangunan industri pabrik dan gudang serta bangunan hunian dengan ketinggian lantai hunian di atas 10 m, harus disediakan jalur akses dan ruang lapis perkerasan yang berdekatan dengan bangunan untuk peralatan pemadam kebakaran.
- Adapun perkerasan tersebut harus dapat mengakomodasi jalan masuk dan manuver mobil pemadam, snorkel, mobil pompa, dan mobil tangga dan platform hidrolik. Selanjutnya, ketentuan spesifikasi perkerasannya adalah sebagai berikut:
- Lebar minimum lapis perkerasan 6 meter dan panjang minimum 15 meter.
- Lapis perkerasan harus dibuat sedatar mungkin dengan kemiringan tidak boleh lebih dari 1 : 15, sedangkan kemiringan untuk jalur masuk maksimum 1 : 8,5.
- Lapis perkerasan dari jalur akses tidak boleh melebihi 46 meter. Jika melebihi 46 meter, harus diberi fasilitas belokan.
- Radius terluar dari belokan pada jalur masuk tidak boleh kurang darui 10,5 meter dan harus memenuhi persyaratan.
- Tinggi ruang bebas di atas lapis perkerasan atau jalur masuk mobil pemadam minimum 5 meter untuk dapat dilalui peralatan pemadam kebakaran.
- Jalan umum boleh digunakan sebagai lapisan perkerasan asalkan lokasi jalan tersebut sesuai dengan persyaratan jarak dari bukaan akses pemadam kebakaran.
- Lapis perkerasan harus selalu dalam keadaan bebas rintangan dari bagian lain bangunan, pepohonan, tanaman, dan sebagainya.
- Jika bangunan tidak memiliki springkler, pemilik bangunan gedung harus menyediakan akses sekurang-kurangnya satu saf pemadam kebakaran dalam jarak 900 meter persegi dari luas lantai bangunan yang diletakkan dalam 20 meter di atas permukaan tanah.
- Setiap pipa tegak, pipa basah, atau pipa kering harus dipasang sambungan sebagai proteksi kebakaran langsung dari pipa tegak.
- Diperlukan persyaratan mengenai sarana atau fasilitas tambahan untuk menghindari hambatan dan untuk memperlancar operasi pemadaman, seperti lift untuk pemadam kebakaran, tangga untuk keperluan pemadaman kebakaran, dan lobi untuk operasi pemadaman kebakaran.
Baca juga: Apa Saja Isi Dokumen Kelaikan Fungsi Bangunan Gedung?
Langkah perlindungan kebakaran bangunan gedung
Dalam upaya melindungi sebuah bangunan gedung dari risiko kebakaran, Anda harus memastikan kelengkapan sistem proteksi kebakaran telah sesuai dengan persyaratan perundang-undangan dan bekerja dengan baik.
Di antara beberapa alat perlindungan kebakaran yang harus disiapkan adalah sebagai berikut:
1. Fire Sytem Security
Utilitas pertama yang harus dilakukan dalam memenuhi standar Fire Security System adalah detektor api, springkler, alarm asap yang terkoneksi secara otomatis.
Anda juga dapat melengkapinya dengan sistem sekuritas manual seperi Fire Hydrant, Fire Alarm Button, Fire Extinguisher atau Alat Pemadam Api Ringan (APAR), dan Fire Axe.
2. Sistem perancangan bangunan
Dengan memasukkan sistem proteksi kebakaran saat melakukan perancangan bangunan, maka risiko dan kerusakan berat akibat kebakaran dapat diminimalisir.
Selain itu, dalam sistem perancangan bangunan, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, seperti:
- Penanda bertuliskan Emergency Exit di lokasi yang mudah terlihat.
- Memberikan jarak aman pada benda yang berpotensi tinggi memicu kebakaran.
- Memasang perlindungan Fire Proofing pada struktur bangunan yang dibuat.
- Sistem tanda bahaya kebakaran, seperti:
- Panel kontrol (main control panel).
- Alat pengindera kebakaran (fire detector)
- Manual call box
- Alarm kebakaran
Macam-macam alat detektor kebakaran
Pengembang bersama pemilik bangunan gedung harus bisa menyediakan alat detektor kebakaran untuk meminimalisir kerusakan saat terjadi kebakaran. Tujuan utamanya tentu saja sebagai alarm peringatan akan terjadinya bahaya kebakaran.
Adapun macam-macam alat detektor kebakaran yang paling umum digunakan adalah sebagai berikut:
Detektor Asap (Smoke Detector)
Terdapat dua jenis detektor asap yang umumnya dipakai, yaitu detektor asap ionisasi dan detektor asap peka cahaya. Komponen yang terdapat dalam detektor asap Ionisasi berupa radio aktif yang memiliki muatan listrik.
Sedangkan untuk detektor peka cahaya, alat ini biasanya akan diletakkan di ruang deteksi dengan perlengkapan pemancar infra merah (light emiting diode).
Detektor Pengindera Panas
Terdapat beberapa tipe detektor panas yang bisa diterapkan oleh sebuah bangunan gedung, seperti:
- Tipe Pengembangan Suhu (Rate of Rise Heat Detector). Dalam prosesnya, ruang deteksi akan dilengkapi dengan membran (diafragma) dan titik kontak yang berfungsi sebagai pendorong ke lubang ventilasi. Proses ini akan membuat mechanical contact menjadi aktif, kemudian menyalakan alarm kebakaran.
- Tipe Pengindera Panas Suhu Tetap (Fixed Temperatur). Alat detektor ini akan menggunakan elemen dwilogam (sensor bimetal) sebagai sarana detektornya. Adapun sistem kerja alat ini, yakni ketika kebakaran terjadi, elemen peka akan menerima panas pengukuran pada derajat suhu tertentu. Ketika mechanical contact akan aktif, alarm peringatan kebakaran akan menyala secara otomatis.
Itulah ulasan mengenai pentingnya sistem proteksi kebakaran dalam sebuah bangunan gedung. Aspek ini tentu akan diperiksa oleh tim pengkaji teknis dari pemerintah daerah dan konsultan SLF saat Anda ingin mengurus sertifikat laik fungsi bangunan gedung.