Sebagai tempat manusia melakukan segala aktivitasnya, bangunan gedung memiliki peranan penting untuk membentuk watak dan produktivitas. Untuk itu, pembangunan dan penyelanggaraan bangunan gedung harus memenuhi kelaikan fungsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2002.
Rusaknya bagunan gedung bukan hanya disebabkan kurangnya pemeliharaan, melainkan juga terkena bencana alam. Sebagai contoh, angin kencang, petir, gempa bumi, tanah longsor, dan sebagainya.
Untuk menghindari kegagalan struktur akibat faktor-faktor tersebut, setiap pemilik/pengguna bangunan gedung diwajibkan melakukan pemeliharaan dan penilaian secara berkala.
Sesuai UU Nomor 28 Tahun 2002, penilaian bangunan gedung dimaksudkan untuk menjamin keamanan, keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan masyarakat bersama penghuninya.
Undang-undang ini juga mengatur mengenai fungsi, persyaratan, penyelenggaraan, termasuk juga hak dan kewajiban penggunan bangunan gedung, salah satunya adalah mengurus SLF.
SLF atau sertifikat laik fungsi merupakan sertifikat yang diterbitkan oleh pemerintah daerah terhadap bangunan gedung yang telah memenuhi persyaratan laik fungsi. Untuk dapat dinyatakan laik fungsi, pengguna/pemilik bangunan gedung tentu harus melakukan inspeksi kajian teknis.
Lantas, syarat apa saja yang harus dipenuhi oleh pemilik/pengguna bangunan gedung agar SLF dapat terbit?
Dalam Peraturan Menteri PUPR Nomor 27/PRT/M/2018, disebutkan bahwa terdapat dua syarat utama dalam mengurus SLF, yaitu administratif dan teknis.
Persyaratan administrasi SLF (terbaru tahun 2021)
Adapun syarat administrasi dalam mengurus SLF (sertifikat laik fungsi) bangunan gedung adalah sebagai berikut:
- Sertifikat tanah
- PBG (Persetujuan Bangunan Gedung) atau IMB (Izin Mendirikan Bangunan) disertai bukti bayar retribusi
- Siteplan yang sudah disahkan
- Salinan KTP atau KITAS
- SIUP (Surat Ijin Usaha Perdagangan)
- As Built Drawing yang mencakup gambar arsitektur, struktur, dan MEP
- Salinan informasi KRK (Keterangan Rencana Kota) atau KKPR (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang)
- Surat perjanjian pemanfaatan tanah antara pemilik tanah dan pemilik bangunan gedung
- SIPPT atau Surat Izin Peruntukan Penggunaan Tanah
- Dokumen lingkungan sesuai peraturan perundangan, seperti AMDAL, Andalalin, UKL/UPL, atau SPPL (Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup)
- Sertifikat Laik Operasi (SLO)
- Rekomendasi Damkar dan/atau Sertifikat Keselamatan kebakaran
- Pengesahan Pemakaian Peralatan/Utilitas dalam Bangunan (Pesawat Angkat Angkut, Bejana Tekan, dsb)
- SIUP (Surat Ijin Usaha Perdagangan
- Dokumen organisasi K3
- Bukti pembayaran PBB (terakhir)
- Hasil sondir tanah
Persyaratan teknis SLF (terbaru tahun 2021)
Tata bangunan gedung, yang meliputi:
- Peruntukan dan intensitas bangunan gedung
- Arsitektur bangunan gedung, dan
- Pengendalian dampak lingkungan
Keandalan bangunan, yang meliputi:
- Keselamatan
- Kesehatan
- Kenyamanan, dan
- Kemudahan
Aspek keandalan bangunan gedung
Seperti yang disebutkan sebelumnya, setidaknya terdapat empat aspek keandalan bangunan gedung yang akan diperiksan oleh tim pengkajin teknis atau konsultan SLF bangunan gedung.
1. Keselamatan bangunan gedung
Secara geografis, Indonesia berada di tiga lempeng utaman dunia, yaitu Eurasia, Indo Australia, dan Pasifik. Hal ini menyebabkan negara Indonesia memiliki potensi bencana gempa bumi yang cukup tinggi.
Di samping itu, Indonesia juga dikelilingi oleh gunung api yang masif aktif dan berpotensi menyebabkan gempa vulkanik.
Mengingat kondisi Indonesia yang demikian, setiap bangunan gedung harus dirancang kokoh, kuat, dan stabil, utamanya dalam menahan beban akibat terjadi pergerakan tanah.
Perhitungan struktur bangunan gedung juga harus mempertimbangkan kemampuannya dalam memikul beban, baik muatan tetap maupun sementara.
Penerapan sistem proteksi kebakaran aktif dan pasif pun harus diperhatikan untuk meminimalkan risiko kebakaran pada bangunan gedung.
Adapun yang dimaksud dengan sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan adalah sistem yang terdiri atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang maupun terbangun pada bangunan yang digunakan untuk tujuan sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif, maupun cara-cara pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan lingkungannya terhadap bahaya kebakaran.
Di samping ketahahan struktur dan sistem proteksi kebakaran, bangunan gedung juga harus dilengkapi adanya penangkal petir. Sistem proteksi ini dimaksudkan untuk mengurangi risiko kerusakan yang disebabkan sambaran petir pada bangunan gedung.
2. Kesehatan bangunan gedung
Persyaratan aspek kesehatan bangunan gedung yang harus dipenuhi dalam mengurus SLF meliputi sistem penghawaan, pencahayaan, sanitas, dan penggunaan bahan/material.
Untuk sistem penghawaan sendiri, terdapat beberapa cara supaya kualitas udara di dalam bangunan gedung meningkat kualitasnya.
- Penataan ruangan yang rapi
- Tidak menggunakan ruangan untuk merokok
- Menyediakan lahan terbuka hijau dan memperbanyak penanaman tumbuhan hijau
- Memastikan tidak ada jamur pada dinding atau elemen bangunan gedung lainnya
Sementara untusk sistem sanitasi, bangunan gedung harus menyiapkan kebutuhan air bersih, pembuangan air kotor/air limbah, kotoran dan sampah, serta penyaluran air hujan.
3. Kenyamaman bangunan gedung
Tingkat kenyamanan bangunan gedung tidak bisa terlepas dari keadaan sekitar, seperti lingkungan baik fisik maupun nonfisik.
Tingkat kenyamanan juga tidak bisa terlepas dari keadaan sekitar yang disebut dengan lingkungan, baik itu fisik maupun nonfisik (sifat antarmanusia). Aspek kenyamanan bangunan gedung umumnya dipengaruhi oleh kenyamanan ruang gerak dan kenyamanan hubungan antar ruang.
Selain itu, kondisi udara di dalam dan luar ruangan dapat memengaruhi kenyamanan penggunanya. Kenyamanan kondisi udara merupakan tingkat kenyamanan yang diperoleh dari temperatur dan kelembaban di dalam ruangan. Untuk itu, dibutuhkan sirkulasi udara yang baik supaya kondisi udara dapat meningkat kualitasnya.
Kenyamanan bangunan gedung juga ditentukan oleh tingkat getara dan kebisingan yang timbul, baik dari dalam maupun luar bangunan gedung.
Oleh karena itu, persyaratan kenyamanan bangunan gedung tidak boleh diabaikan oleh pengguna maupun pemilik bangunan gedung. Hal ini dimaksudkan agar kesehatan dan produktivitas pengguna bangunan gedung tidak terganggu.
4. Kemudahan bangunan gedung
Pemenuhan aksesibilitas di dalam dan luar bangunan gedung adalah hak dasar semua orang. Aksesibilitas disediakan dengan tujuan menciptakan layanan yang adil untuk semua lapisan masyarakat, baik bagi mereka yang sehat, memiliki kebutuhan khusus, maupun lanjut usia.
Untuk itu, aspek kemudahan bangunan gedung lebih banyak berbicara mengenai kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan gedung.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan telah mengatur aspek ini. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
- Kemudahan, artinya semua orang dapat menjangkau semua tempat dengan mandiri
- Kegunaan, artinya setiap orang dapat mempergunakan semua tempat
- Keselamatan, artinya setiap bangunan dan lingkungan harus memperhatikan keselamatan bagi semua orang, dan
- Kemandirian, artinya setiap orang harus dapat mencapai, masuk, dan mempergunakan tempat tanpa bantuan orang lain
Aspek kemudahan bangunan gedung juga membahas mengenai kemudahan pengguna saat menyelamatkan diri jika sewaktu-waktu terjadi bencana.
Sebagai contoh, jika sewaktu-waktu terjadi kebakaran di dalam bangunan gedung, hanya sedikit pengguna bangunan yang dapat berpikir logis dan jernih. Untuk itu, pemilik bangunan gedung harus menerapkan prosedur tanggap darurat, termasuk menyediakan akses dan fasilitas jalur evakuasinya.
Itulah empat aspek keandalan bangunan gedung yang harus dipenuhi oleh pemohon SLF (sertifikat laik fungsi). Dalam pemeriksaan persyaratan keandalan bangunan gedung, kami sebagai konsultan SLF memiliki pengalaman panjang dalam menilai kelaikan fungsi bangunan gedung.
Dalam dua tahun terakhir, perusahaan kami telah menyelesaikan pekerjaan SLF di beberapa kawasan industri, seperti Karawang, Bekasi, Serang, Cilegon, Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Batang, Yogyakarta, Mojokerto, DKI Jakarta, Tangerang, dan kabupaten/kota lainnya.